Friday, August 26, 2005

Macan Tutul "Supercat dari Jawa"

Sosok gelap itu berkelebat cepat. Tahu-tahu moncongnya yang bertaring panjang tajam, mulai menghunjam ke umpan daging rusa. Macan tutul betina dengan sepasang anaknya yang juga berbulu hitam polos (Panthera pardus) dari Gunung Pangrango di Jawa barat, sudah turun gunung dan meneror lagi hewan peliharaan di sekitarnya, termasuk kawanan rusa koleksi Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, di sekitar hari Lebaran lalu.
Trio "hitam" binatang buas itu, sepertinya cuma kesilauan dan agak terusik, apabila gerombolan manusia yang berjarak sekitar 35 m darinya banyak bicara, atau bising suara alat potret yang terus-terusan berbunyi ceklak-ceklik, sambil melontarkan kilatan sinar bertubi-tubi.

Sudah lima hari macan yang belum teridentifikasi itu bergentayangan sambil mendekat dan mendatangi kandang rusa penelitian. Sampai di malam takbiran (18/1) lalu, sudah lima ekor rusa dibunuh telengas sekali. Rata-rata tenggorokan atau lehernya koyak. Seekor rusa kecil malah perutnya terburai, gerowong tanpa isi lagi.
Staf TSI dengan "Trio TSI" - Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampau - segera mengupayakan tindakan penyelamatan. Sebab kedatangan tak diundang satwa liar ini sudah menjadi langganan orang TSI. "Tahun 1997 kami sudah menjebak dua ekor macan tutul hitam, dan seekor tutul kuning-hitam. Ketiganya ada dalam kandang karantina. Beberapa tahun lalu, kami juga menerima sumbangan macan tangkapan masyarakat Jawa Barat. Macan itu kini sudah beranak. Jadi, TSI sudah memiliki lebih dari empat anakan macan tutul jawa hasil penangkaran di Cisarua," ujar Frans Manansang (50).

Kelompok "kucing besar" Pantherini :

"Koleksi" macan tutul di luar daerah penangkaran TSI, lama kelamaan akan merepotkan banyak orang. Tony Sumampau (48) menganggap harimau tutul daerah sekitar TSI - di kawasan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGGP) Jawa Barat, kalau tak terdesak, pasti tak bakalan turun gunung. Kemungkinan besar, daerah konservasi alam TNGGP mulai terusik - entah akibat makin meluasnya lahan konservasi itu dibuka, atau adanya perambah hutan yang kurang bertanggung jawab.
Daerah TNGGP yang amat ideal menjadi habitat satwa liar bersama hidupan liar lainnya, sebetulnya harus menjadi benteng terakhir konservasi sumber daya alam. Namun, perkembangan daerah TNGGP yang bertetangga dengan kawasan pariwisata Bogor-Puncak-Cianjur dan Sukabumi, harus diakui makin lama makin sulit ditangani. "Konsekuensi logisnya, kadar kelestarian alamnya, ya, makin merosot juga," kata Tony.

Bukan harimau loreng

Dari pengalamannya mengelola TSI bersama dua saudaranya, sejak 1985 di Cisarua, Tony yakin harimau tutul itu turun gunung bukan karena mengincar koleksi rusa TSI, atau kambing dan anjing penduduk desa di kaki gunung. Sebab, selama masih banyak mangsa (prey) di habitatnya, harimau tutul sebagai pemangsa (predator) yang teritorial, pasti lebih suka hidup bebas tanpa gangguan di hutan sendiri.
Di Jawa harimau tutul ini hidup tidak berdampingan dengan satwa predator lainnya. "Kalau di Afrika dan India, macan tutul hidup dalam habitat berbarengan singa dan harimau loreng. Di Jawa, ya di Jawa, macan tutul ini di Indonesia hanya ada di Jawa, mereka hidup sebagai raja hutan. Binatang inilah predatornya babi hutan, muncak, monyet, burung, dan satwa liar lainnya," kata Tony yang berpengalaman studi perilaku satwa liar seperti harimau loreng, badak sumatra, dan lainnya.
Sejak membuka dan membangun kompleks TSI, Frans dan Tony sudah mendengar kalau daerah itu suka kedatangan macan. "Tapi penduduk bilangnya macan loreng. Kalau dikasih liat foto harimau loreng sumatra, mereka bilang, ya itu dia. Lama kelamaan, kami berikan informasi kalau harimau jawa jenis loreng atau Panthera tigris, mungkin sudah musnah di Jawa. Yang ada cuma macan tutul," kisah Tony.
Sejak awal 1990 Frans dan Tony sering mendapat laporan, TSI kedatangan macan tutul. Sekitar tiga tahun lalu, masuk laporan kalau di daerah Ciloto dekat TSI, ada orang melihat harimau tutul masuk kampung dan mengganggu kambing penduduk. TSI juga sempat menerima titipan macan tutul jawa hasil tangkapan dari Subang. Malah TSI pernah diminta mengirimkan tim untuk "mengamankan" macan tutul, karena katanya sudah masuk ke alun-alun Kota Keuwiling sekitar tiga tahun lalu.

Sanggup menggotong mangsa hingga ketinggian pohon 15 m.

Bersamaan dengan itu, TSI sudah kecolongan. Sekitar 10 ekor rusanya tewas terbunuh macan tutul. Dalam kesempatan lain, TSI pun berhasil menjebak tiga ekor macan tutul hidup. "Semuanya jantan. Kami manfaatkan sebagai pemacak bagi koleksi macan tutul betina TSI, untuk memperbaiki blood line," tutur Frans yang bermukim di pinggiran hutan TSI. "Saya rasa macan tutul ini belum berani menyerang manusia. Mudah-mudahan begitu seterusnya."
Dikhawatirkan, kalau makin terdesak dan makin sulit mencari mangsa, tak mustahil macan tutul ini menyerang manusia. Tony mengatakan, macan tutul membunuh manusia baru terjadi di India. Katanya, biasanya macan pembunuh itu sudah tua atau macan cacat dan pernah disakiti manusia, misalnya pernah tertembak atau terluka dalam penangkapan.

"Supercat" terkenal

Sebagai binatang buas, macan tutul yang disebut "kucing besar" ini memang segesit, sekuat, dan segalak kucing liar. Tamparan cakarnya, gerak sergapannya, gigitan taringnya, sungguh mengerikan. Di kehidupan liar, misalnya macan tutul afrika, diketahui berburu sendirian, kadang berpasangan kalau lagi musim kawin, atau rombongan induk beserta beberapa ekor anakan yang hampir dewasa.
Mangsanya biasanya disergap dari belakang atau samping. Macan ini tak mau ambil risiko berkelahi baru membunuh. Rata-rata mangsanya berupa rusa, babi hutan, monyet, anak kerbau atau sapi, kelinci atau lainnya - termasuk jenis unggas besar - mati karena gigitan maut di leher, tengkuk, atau tenggorokan. Dalam perburuannya, macan ini amat cerdik. Mangsa itu sepertinya dipelajari perilakunya, kemudian diincar dan disergap kontan sampai mati di tempat.
Korban dikoyak perutnya. Usus dan isi perut yang tak disukai, biasanya dibuang atau disingkirkan jauh. Kalau tak ada gangguan, korban yang masih segar langsung dimakan. Macan ini makan sambil duduk rebahan. Dia tidak "memegang" mangsanya atau memakai cakar untuk mengoyak. Sisa karkas mangsanya kemudian digondol jauh-jauh, atau diangkat ke daerah tinggi.

Di Resor Mala Mala, Afrika Selatan, pada 1991, seorang peneliti mengikuti macan tutul dewasa seberat sekitar 55 kg, setelah membunuh rusa impala besar, kemudian mengangkutnya sejauh 500 m, dan menggotongnya hingga ke dahan setinggi 15 m. Padahal impala itu beratnya sepantaran dengan si macan itu.
Juga seekor macan betina berat 32 kg, meski larinya tak secepat cheetah (Acinonyx jubatus), pernah kepergok lagi mengejar seekor kera baboon yang juga buas. Saat kera ini ketinggalan kelompoknya, lalu digebah macan itu agar menjauh dari kelompoknya. Kemudian monyet buas itu digiring, hingga berlari sendirian ke bukit bebatuan tandus. Di sana, baboon jantan ini kontan dibunuh dengan cerdiknya.
Macam tutul, kalau terpepet, mau juga bergerombol berburu kawanan monyet baboon yang berbahaya. Yang diincar biasanya kera kecil atau monyet tua bangka. Begitu kera ini lengah, lalu lari tak beraturan di luar kelompoknya, tahu-tahu dirinya disergap macan tutul lain yang sengaja bersembunyi dan menanti kedatangannya.
Daya juang, kegesitan, kecerdikan, dan kekuatannya yang mampu menggotong anak jerapah seberat 90 kg ke atas batang pohon setinggi 5 m, mengakibatkan beberapa peneliti menjulukinya "supercat" - si kucing perkasa.

Macan tutul hitam ini mengincar umpan daging rusa di TSI, Cisarua.
"Tadi kita lihat cara macan tutul memanjat pohon mendatangi umpan daging. Itu khas macan tutul. Pertama-tama anaknya di depan, setelah itu baru induknya. Kalau berburu, sang induk juga mengikuti dari belakang, namun dia yang akan menerkam duluan, mengingat dua anak macan itu umurnya baru sekitar tiga bulanan dan belum dewasa," ujar Tony yang tidak menyangka kalau macan tutul itu berbulu hitam polos. "Juga tak sangka kalau dia itu betina, komplet sama dua anaknya."
Penyebarannya paling luas
Macan tutul dalam beberapa literatur termasuk dalam kelompok "kucing besar" di dunia, bersama jaguar (Panthera onca), harimau (P. tigris), dan singa (P. leo). Keempat spesies pernah diuji coba, ternyata mampu kawin antarspesies asalkan dalam pengawasan dan pemeliharaan yang prima. Yang paling sering di-hibridize atau dikawinsilangkan itu singa dengan harimau. Macan tutul jantan juga pernah dikawinkan dengan singa betina. Sedangkan jaguar sejauh ini baru berhasil disilangkan dengan macan tutul saja.

Leopard alias macan tutul, panjangnya antara 90 - 150 cm dengan tinggi 60 - 95 cm. Bobot badannya 40 - 60 kg. Potongan badan satwa pemangsa ini memanjang, disangga keempat kakinya yang pendek dengan telapak lebar. Bulu macan ini umumnya berwarna dasar kuning pucat kecoklatan sampai kuning kemerahan, berikut tutul hitam besar kecil di sekujur tubuhnya. Bulu putih ada sedikit, biasanya di ujung ekornya yang panjang. Konon titik bulu putih itu berfungsi sebagai sinyal, agar anakan macan tutul mengikuti tutul putih itu saat menempuh perjalanan bersama induknya di semak belukar.

Dibandingkan dengan "sepupu" lainnya, harimau tutul ini ternyata tersebar paling luas di permukaan dunia. Makhluk seram ini pernah memukimi hutan belantara hampir seantero daratan Benua Afrika, kecuali Gurun Sahara. Mereka juga hidup di habitatnya di kawasan Asia Kecil, Afghanistan, Turkestan, Iran, India, Sri Langka, sebagian daratan Cina termasuk di Cina Utara (bekas daerah Manchuria), daerah Amur-Ussuri, serta Pulau Jawa.

Di zaman sekarang, kucing besar ini masih hidup meski terancam di habitat aslinya. Sejak belasan tahun lalu, pakar macan tutul dunia menganggap ada sekitar 24 subspesies harimau tutul di dunia. Macan tutul dari Amur (Panthera pardus oriental), Cina Utara (P.p. japonensis), India (P.p. fusca), Jawa (P.p. melas atau P.p. sondaica), Sri Lanka (P.p. kotiya), Nepal (P.p. pernigra), Kashmir (P.p. millardi), Baluchistan (P.p. sindica), Persia Tengah (P.p. dathei), Persia Utara (P.p. saxicolor), Kaukasia (P.p. ciscaucasia), Asia Kecil (P.p. tuliana), Sinai (P.p. jarvisi), Afrika Utara (P.p. pardus), Eritrea (P.p. antinorii), Afrika Timur (P.p. suahelica), Zanzibar (P.p. adersi), Afrika Tengah (P. p. shortridgei), Tanjung Afrika (P.p. melanotica), Uganda (P.p. chui), Afrika Barat (P.p. leopardus), dan Kongo (P.p. ituriensi).

Semua subspesies ini memiliki perbedaan warna dasar bulu, ada yang pucat kecoklatan sampai merah maron gelap. Selain itu beberapa jenis dianggap memiliki postur kecil, misalnya macan tutul zanzibar. Sedangkan harimau tutul paling besar, misalnya leopard asal Afrika Utara. Seorang peneliti pernah menimbang macan ini, bobotnya sampai 90 kg. Sedangkan panter paling panjang buntutnya, melebihi ukuran panjang tubuhnya itu, tentunya macan tutul asal Sri Lanka. Sedangkan leopard paling indah dan panjang bulunya, diperkirakan macan asal Persia Utara. Pola bulu tutul hitam paling besar, terdapat pada macan tutul dari Sinai.
Meski macan tutul hitam sejauh ini dinyatakan hanya ada di Jawa dan Benggala, kenyataannya ada saja kasus macan dari daerah lain juga bisa berbulu hitam polos, meski tak sebanyak di Indonesia dan India. Dari penelitian dan pengamatan yang ada, macan tutul berbulu dasar terang memang jarang sekali.
Beberapa laporan pernah menyebut adanya macan tutul berwarna kuning terang kemilau, atau kuning jernih kemerahan indah, seperti laporan dari India, Cina, dan Zanzibar. Termasuk juga harimau tutul albino atau putih, katanya pernah tertangkap di daerah itu.

Diurus sang jantan

Setelah menyaksikan sendiri kehadiran induk bersama sepasang anakan macan tutul hitam, Tony merasa lega. "Harimau itu artinya masih belum terganggu serius. Dia masih mampu beranak dan merawat anaknya. Di habitatnya, macan tutul memang beranak antara 2 - 6 ekor. Anak kecil ini ikut induknya sampai beberapa belas bulan, atau dua tahunan, kalau induknya tidak dikawini dan bunting lagi," katanya.
Macan tutul yang hidup dalam home range atau teritori sekitar 5 - 15 km2, memang binatang soliter. Macan jantan akan berkelana mencari pasangan dalam teritorinya masing-masing. Tiap daerah itu ditandai dengan cakaran di batang kayu, buang air kencing, dan kotoran beraknya.
Betina mengandung anaknya sekitar 110 hari. Sang jantan kadang kala masih suka merawat anaknya. Seorang ahli hidupan liar menganggap, sikap macan tutul jantan memang agak lain dengan jenis kucing besar lainnya. Tingkat mortalitas macan ini cukup tinggi. Anakan macan ini baru akan tumbuh semua giginya ketika berusia lima bulanan dengan badan hampir sepantar induknya. Macan ini masuk dewasa pada umur 3 - 4 tahun.

Orang TSI tak tahu berapa populasi macan tutul di Jawa ini. Tony menganggap nasib macan tutul tidak sebaik harimau loreng sumatra. "Macan tutul dianggap soal kecil. Satwa ini tak pernah diteliti seserius macan loreng. Saya rasa dalam waktu tak lama, macan tutul endemik Jawa ini akan terancam punah," katanya.
Lama atau cepat, macan tutul yang "supercat" bakalan tak lucu lagi nasibnya. Kini satwa itu masih mengancam rusa di TSI, atau kambing kampung di pedesaan Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Dalam hitungan beberapa puluh bulan lagi, ceritanya akan berubah lakon.

Macan tutul jawa itu bakalan mati konyol satu per satu, karena kepatuhan masyarakat terhadap aturan dan hukum makin tak jelas, kian kendur dan tak ragu-ragu main dor. Kalau kini beberapa orang masih membidik macan tutul liar dengan lensa kamera panjang, mungkin tak lama lagi akan ada orang dengan berani membidik black panther itu dengan senapan panjang. Dor!

Source: Indomedia.com

2 comments:

Anonymous said...

Pak..kalau tidak salah masih ada (banyak) harimau tutul di daerah gunung semeru jatim, daerah dekat danau (ranu gumbolo?) yang akan menuju ke arcopodo. Sore hari suka nongol pak

Bagus rio dwi mayvando said...

Mnurutku selama masih ada hutan ada gunung,ada habitat liar,mereka masih ada,di jawa timur masih bnyak,di arjuna,semeru bromo,jember banyuwangi,baluran situbondo